Sabtu, 23 November 2013

Norma dan Etika pada pasar bebas

Pasar bebas adalah pasar ideal, di mana adanya perlakuan yang sama dan fair bagi semua pelaku bisnis dengan aturan yang fair, transparan, konsekuen & objektif, memberi peluang yang optimal bagi persaingan bebas yang sehat dalam pemerataan ekonomi.

Pasar bebas diadvokasikan oleh pengusul ekonomi liberalisme. Salah satu ukuran kemajuan suatu bangsa dan keberhasilan suatu pemerintahan di era pasar bebas adalah tingkat kemampuannya untuk menguasai teknologi ekonomi(J.Gremillion).

Negara-negara yang terlibat dalam gelombang pasar bebas, menurut Gremillion, mesti memahami bahwa pada era sekarang ini sedang didominasi oleh sebuah rancangan pembangunan dunia yang dikenal sebagai Marshall Plan yang menjadi batu sendi interpen-densi global yang terus memintai dunia.

Biar bagaimanapun rancangan pembangunan dunia yang mengglobal itu selalu memiliki sasaran ekonomi dengan penguasaan pada kemajuan teknologi ekonomi yang akan terus menjadi penyanggah bagi kekuatan negara atau pemerintahan.

Artinya, dari penguasaan teknologi ekonomi itulah, segala kekuatan arus modal investasi dan barang-barang hasil produksi tidak menjadi kekuatan negatif yang terus menggerogoti dan melumpuhkan kekuatan negara.Karena, senang atau tidak, kita sekarang sedang digiring masuk dalam suatu era baru pada percaturan ekonomi dan politik global yang diikuti dengan era pasar bebas yang dibaluti semangat kapitalisme yang membuntuti filosofi modal tak lagi berbendera dan peredaran barang tak lagi bertuan.

Ini jelas menimbulkan paradigma-paradigma baru yang di dalamnya semua bergerak berlandaskan pada pergerakan modal investasi dan barang produksi yang tidak berbendera dan tidak bertuan, yang akan terus menjadi batu sendi interpen-densi global yang terus memintai dunia.

Yang terpenting adalah diperlukan bangunan etika global yang berperan mem-back up setiap penyelewengan yang terjadi di belantara pasar bebas.Kemiskinan, kemelaratan, dan ketidakadilan yang terdapat di dunia yang menimpa negara-negara miskin hakikatnya tidak lagi akibat kesalahan negara-negara bersangkutan sehingga itu pun menjadi tanggung jawab global pula. Kesejahteraan dan keadilan global merupakan sesuatu yang tercipta oleh keharmonisan berbagai kepentingan yang selalu memerhatikan nilai-nilai moral dan tata etika yang dianut umum.Maksudnya, perilaku etis global adalah perilaku negara-negara yang bertanggung jawab atas nasib masyarakat dunia..

Tentunya ini menjadi perhatian serius dari pemerintah, karena selama ini tidak pernah maksimal dalam memperkuat dan memajukan industri nasional dalam menghadapi tuntutan pasar bebas tersebut. Yang namanya pasar bebas tentu asas utamanya adalah persaingan, yang bebas dari intervensi pemerintah untuk mengontrol harga dari produk-produk yang diperdagangkan. Penilaiannya diserahkan kepada konsumen untuk membeli produk yang diinginkannya.

Tentunya, setiap konsumen kecenderungannya memilih suatu produk/barang dengan kualitas yang baik dan harga yang murah. Bisa dipastikan sebagian dari produk-produk nasional ini akan kalah bersaing dengan alasan kualitas dan nilai jual tersebut. Berikut merupakan peran Pemerintah dalam pasar bebas, yaitu:

Efektif, karena begitu terjadi pelanggaran atas hak dan kepentingan pihak tertentu, pemerintah akan bertindak efektif dan konsekuen untuk membela pihak yg dilanggar & menegakkan keadilan.

Minimal, karena sejauh pasar berfungsi dengan baik dan fair maka pemerintah tidak terlalu banyak ikut campur.
Maka siapa saja yang melanggar aturan main akan ditindak secara konsekuen, siapa saja yang dirugikan dak dan kepentingannya akan dibela dan dilindungi oleh pemerintah terlepas dari status social dan ekonominya.

Teori – teori pasar bebas yang berhubungan dengan etika bisnis:
1. Teori Adam Smith
Pengaturan oleh “tangan tak tampak” (invisible hand) ini tidak lain ialah pengaturan melalui mekanisme bebas permintaan dan penawaran atau mekanisme pasar bebas berdasar free private enterprise, atau yang oleh Paul Samuelson, pemenang Nobel bidang Ekonomi (1970) disebut “competitive private-property capitalism.” Para ekonom meyakini keabsahan teori Adam Smith ini. Di Indonesia, topik pasar bebas dan persaingan bebas sebagai bentuk pasar ideal terpampang resmi dalam silabus Pengantar Ilmu Ekonomi sebagai academic blue-print dari konsorsium ilmu ekonomi. Topik ini merupakan bagian dari kuliah wajib yang harus diikuti oleh mahasiswa di Indonesia yang menganut sistem Demokrasi Ekonomi.

2. Teori imajiner
Teori pasar dengan persaingan sempurna dikembangkan secara fantastis. Distorsi pasar, baik tehnis, kelembagaan, maupun sosio-kultural oleh text-book diasumsikan tidak ada; yang dikatakan sebagai alasannya ialah for the sake of simplicity. Pengembangan teori berjalan berdasar validitas teoritikal, yakni asumsi di atas asumsi dan aksioma di atas aksioma. Padahal, paradigma seperti yang dikemukakan ekonom Inggris, Joan Robinson (1903-1983), telah mengelabui kita dalam pengembangan teori ekonomi. Teori yang ada dapat saja berkembang konvergen, tetapi juga bisa semakin divergen terhadap realita. Para pengabdi ilmu—yang belum tentu pengabdi masyarakat—dapat saja terjebak ke dalam divergensi ini. Banyak ekonom dan para analis menjadi simplistis mempertahankan ilmu ekonomi Barat ini dengan mengatakan bahwa kapitalisme telah terbukti menang, sedangkan sosialisme telah kalah telak. Pandangan yang penuh mediokriti ini mengabaikan proses dan hakikat perubahan yang terjadi, mencampuradukkan antara validitas teori, viability sistem ekonomi, kepentingan dan ideologi (cita-cita), serta pragmatisme berpikir.
Adam Smith kelewat yakin akan kekuatan persaingan. Teori ekonominya (teori pasar berdasar hipotesis pasar bebas dan persaingan sempurna), sempat mendikte umat manusia sejagat dalam abad ini untuk terus bermimpi tentang kehadiran pasar sempurna. Lalu lahirlah berbagai kebijakan ekonomi baik nasional maupun global berdasarkan pada teori pasar bebas dan persaingan sempurna. Teori imajiner dari Adam Smith ini hingga kini dianut sebagai pedoman moral demi menjamin kepentingan tersembunyi partikelir.

Contoh kasus
Salah satu kasus yang terjadi antar anggota WTO kasus antara Korea dan Indonesia, dimana Korea menuduh Indonesia melakukan dumping woodfree copy paper ke Korsel sehingga Indonesia mengalami kerugian yang cukup besar. Tuduhan tersebut menyebabkan Pemerintah Korsel mengenakan bea masuk anti dumping (BMAD) sebesar 2,8 persen hingga 8,22 persen terhitung 7 November 2003. dan akibat adanya tuduhan dumping itu ekspor produk itu mengalami kerugian. Ekspor woodfree copy paper Indonesia ke Korsel yang tahun 2002 mencapai 102 juta dolar AS, turun tahun 2003 menjadi 67 juta dolar.
Karenanya, Indonesia harus melakukan yang terbaik untuk menghadapi kasus dumping ini, kasus ini bermual ketika industri kertas Korea mengajukan petisi anti dumping terhadap 16 jenis produk kertas Indonesia antara lain yang tergolong dalam uncoated paper and paperboard used for writing dan printing or other grafic purpose produk kertas Indonesia kepada Korean Trade Commision (KTC) pada tanggal 30 september 2002 dan pada 9 mei 2003, KTC mengenai Bea Masuk Anti Dumping (BMAD) sementara dengan besaran untuk PT pabrik kertas Tjiwi Kimia Tbk sebesar 51,61%, PT Pindo Deli 11,65%, PT Indah Kiat 0,52%, April Pine dan lainnya sebesar 2,80%. Namun, pada 7 November 2003 KTC menurunkan BM anti dumping terhadap produk kertas Indonesia ke Korsel dengan ketentuan PT Pabrik kertas Tjiwi Kimia Tbk, PT Pindo Deli dan PT Indah Kiat diturunkan sebesar 8,22% dana untuk April Pine dan lainnya 2,80%. Dan Indonesia mengadukan masalah ini ke WTO tanggal 4 Juni 2004 dan meminta diadakan konsultasi bilateral, namun konsultasi yang dilakukan pada 7 Juli 2004 gagal mencapai kesepakatan.
 Karenanya, Indonesia meminta Badan Penyelesaian Sengketa (Dispute Settlement Body/DSB) Organisasi Perdagangan Dunia (WTO) membentuk Panel dan setelah melalui proses-proses pemeriksaan, maka DSB WTO mengabulkan dan menyetujui gugatan Indonesia terhadap pelanggaran terhadap penentuan agreement on antidumping WTO dalam mengenakan tindakan antidumping terhadap produk kertas Indonesia. Panel DSB menilai Korea telah melakukan kesalahan dalam upaya membuktikan adanya praktek dumping produk kertas dari Indonesia dan bahwa Korea telah melakukan kesalahan dalam menentukan bahwa industri domestik Korea mengalami kerugian akibat praktek dumping dari produk kertas Indonesia.


Referensi
www.wikepedia.com
www.google.com

Rabu, 20 November 2013

Etika pada bidang produksi dan lingkungan

Pada saat pelaku bisnis melaksanakan etika bisnis, maka mereka harus menghindari pelanggaran hukum atau norma-norma yang ada di masyarakat sehingga dapat terhindar dari citra yang buruk bagi perusahaan. Jika citra perusahaan buruk, maka akan berdampak pada kegiatan usahanya. Untuk itu, terdapat tiga faktor penting dalam melakukan kegiatan bisnis suatu perusahaan, yaitu:
1.      Keterbukaan
2.      Kejujuran
3.      Rendah hati

A.     Etika dalam Produksi Barang dan Jasa
Kegiatan produksi berarti membuat nilai manfaat atas suatu barang atau jasa. Produksi dalam hal ini tidak diartikan dengan membentuk fisik saja. Sehingga kegiatan produksi  mempunyai fungsi menciptakan barang dan jumlah yang tepat. Oleh karena itu, dalam proses produksi biasanya perusahaan menekankan agar produk yang dihasilkan mengeluarkan biaya yang murah, melalui pendayagunaan sumber daya-sumber daya yang dibutuhkan, didukung dengan inovasi dan kreativitas untuk menghasilkan barang dan jasa tersebut. Misalnya berproduksi dengan cara konvensional/tradisional, tetapi sekatang dengan pemanfaatan teknologi yang tepat guna.
Jika kegiatan produksi ini berstandar dunia, maka harus berdasarkan standar dunia yang diakui misaknya ISO 9000 tentanh peningkatan kualitas prodyksi ataupun ISO 14000 tentang peningkatan pola produksi berwawasan lingkungan, membangun pabrik atau perusahaan yang ramah lingkungan (go green) dengan sasaran pada keselamatan kerja, kesehatan dan lingkungan yang maksimal dengan limbah nol.
Hukum harus dijadikan sarana pencegahan bagi pelaku bisnis. Perilaku pelaku bisnis yang dapat membahayakan masyarakat dalam memproduksi barang dan jasa harus dijerat dengan norma-norma hukum yang berlaku sehingga masyarakat umum tidak dirugikan dan pemerintah juga ikut membina pelaku-pelaku bisnis di Indonesia agar memiliki moral dan etika bisnis yang baik sehingga diharapkan dapat bermanfaat.

B. Etika dalam lingkungan
  Bisnis merupakan kegiatan yang berhubungan dan berkepentingan dengan lingkungan dengan kata lain bisnis merupakan kegiatan pengelolaan sumber-sumber ekonomi yang disediakan oleh lingkungan . disamping itu bisnis tidak dapat lepas dari keberadaan faktor-faktor lingkungan yang dapat mendukung maupun menghambat terhadap tujuan bisnis yang ingin dicapai. Dilain pihak lingkungan bisnis merupakan faktor yang dapat berpengaruh baik secara langsung maupun tidak langsung. Sebaliknya bisnis juga dapat mempengaruhi atau menciptakan pengaruh terhadap lingkungannya. Oleh karena itu interaksi antara bisnis dan lingkungannya atau sebaliknya menjadi sangat penting bagi kegiatan bisnis dan masyarakat.sehingga bisnis dapat memberika pengaruh positif maupun negative bagi lingkungan. Secara garis besar lingkungan bisnis terbagi menjadi dua bagian yaitu lingkungan eksternal dan lingkungan internal.
     Dalam beberapa tahun ini dikenal istilah global impact. Yaitu bertujuan agar pelaku bisnis melakukan bisnisnya secara fair dan yang terpenting memiliki tujuan yang berkepentingan baik bagi lingkungan sekitarnya, lingkungan dan hak asasi manusia. Berikut ini merupakan kebijakan dari global impact diantaranya adalah :
1.      Bisnis semestinya mendukung dan menghargai proteksi HAM yang telah dideklarasikan secara internasional
2.      Memastikan bahwa tidak terlibat dalam eksploitasi dalam HAM
3.      Bisnis semestinya mendukung kebebasan berserikat dan menghargai hak untuk berunding secara kolektif
4.      Penghapusan semua bentuk kerja dan jasa
5.      Penghentian secara efektif keterlibatan pekerja anak
6.      Penghapusan diskriminasi dalam kesempatan dan jenis pekerjaan
7.      Bisnis semestinya mendukung pendekatan pembatasan pelanggaran lingkungan
8.      Mengambil inisiatif untuk lebih bertanggung jawab terhadap lingkungan sekitar
9.      Mendukung pengembangan dan distribusi teknologi yang akrab lingkungan
10.  Anti korupsi

C. Contoh kasus
Produk MSG “Ajinomoto” beberapa waktu lalu pernah dilarang oleh MUI karena produk tersebut tidak halal. Akibatnya Ajinomoto menarik semua produknya di pasaran. Dampaknya tentu saja perusahaan mengalami banyak kerugian. Namun, pihak manajemen melakukan pendekatan dengan pihak MUI dan kepada Presiden Abdurrahman Wahid untuk melakukan uji lab dan pembuktian bahwa bahan-bahan yang digunakan adalah halal dan tidak membahayakan masyarakat. Akhirnya Ajinomoto produksi kembali dan pendapatannya juga lambat laun meningkat tajam.

Selasa, 19 November 2013

Etika pada fungsi keuangan dan contoh kasusnya

Indonesia adalah negara yang tidak bisa dijauhkan dari yang namanya kata bisnis, bisnis yang terjadi di Indonesia sangat sudah berkembang, dari pembisnis kecil, menengah dan sampai pembisnis yang sudah besar. Berkembangnya dunia bisnis di negeri kita tidak dapat terlepas dari etika bisnis. Etika bisnis adalah cara untuk melakukan kegiatan bisnis, yang mencakup seluruh aspek yang berkaitan dengan individu, perusahaan dan juga masyarakat. Etika Bisnis dalam suatu perusahaan dapat membentuk nilai, norma dan perilaku karyawan serta pimpinan dalam membangun hubungan yang adil dan sehat dengan pelanggan/mitra kerja, pemegang saham, masyarakat. Pemahaman etika bisnis menjadi kebutuhan yang mendesak bagi pelaku bisnis itu sendiri, maupun berbagai pihak yang bersangkutan dengan bisnis.
Etika bisnis mencakup banyak persoalan di dalam perusahaan , salah satu contohnya adalah yang akan saya bahas yaitu mengenai etika pada fungsi keuangan.

A. Etika dalam manajemen keuangan
     Manajemen keuangan dalam konteks pembahasan ini adalah berhubungan dengan penganggaran. Anggaran adalah suatu rencana yang disusun secara sistematis, yang meliputi seluruh kegiatan bank yang dinyatakan dalam unit (kesatuan) moneter yang berlaku untuk jangka waktu tertentu di masa mendatang. Anggaran berkaitan dengan manajemen keuangan yang berkaitan dengan waktu realisasi, maka biasanya disebut dengan rencana keuangan (budgetting). Rencana keuangan adalah rencana keuangan lembaga bisnis yang merupakan terjemahan program kerja lembaga bisnis ke dalam sasaran-sasaran (target) keuangan yang ingin dicapai dalam kurun waktu tertentu.
  Penganggaran budgetting merupakan proses yang mencakup :
  a. Penyusunan rencana kerja lengkap untuk setiap jenis tingkat kegiatan dan setiap jenis tingkat kegiatan           yang ada pasa suatu lembaga.
  b. Penentuan rencana kerja dalam bentuk mata uang dan kesatuan kuantitatif lainnya, dilakukan melalui             sistematika dan logika yang dapat dipertanggung jawabkan.
  c. Rencana kerja masing-masing dari setiap kesatuan usaha, satu sama lain atau secara keseluruhan harus          dapat bejalan dengan serasi.
  d. Penyusunan rencana kerja perlu adanya partisipasi dari seluruh tingkatan manajemen sehinngga                     pelaksanaan anggaran merupakan tanggung jawab seluruh anggota manajemen.
  e.Anggaran merupakan alat koordinasi yang ampuh bagi Top Manajer dalam mengelola bank, dalam                rangka mencapai rencana yang telah ditetapkan.
  f. Anggaran merupakan alat pengukuran tingkaat keberhasilan pelaksanaan rencana kerja, sekaligus dipakai      sebagai alat evaluasi dan penetapan tidak lanjut.
  g. Anggaran merupakan alat pengawas dan pengendali jalannya bisnis.

B. Pembatas Pengangaran
Melibatkan waktu yang akan datang, sehingga diperlukan batasan-batasan atau asumsi :
  a. Budgetting didasarkan pada taksiran-taksiran (estimasi)
  b. Budgetting harus disesuaikan terhadap perkembangan situasi dan kondisi yang melatar belakangi.
 c. Budgetting tidak menggantikan manajemen dan administrasi tetapi merupakan alat bantu untuk                      pelaksanaan, pengawasan dan evaluasi.
 d. Realisasi Budgetting tidak akan secara otomatis, tetapi membutuhkan usaha dan keras untuk                          mencapainya. 

C. Sumber dan Alat Bantu Budgetting 
Sumber-sumber data terseebut terdiri dari :
a. Laporan keuangan periode lalu
b. Data riset pasar mengenai potensi funding dan financing
c. Permohonan pembiayaan yang akan direalisasikan untuk periode mendatang
d. Rencana angsuran pembiayaan
e. Rencana pengeluaran biaya periode berikutnya
f. Kebijakan yang telah disepakati bersama
g. Asumsi-asumsi dalam penetapan cash in dan cash out sesuai dengan kebijakan yang telah disepakati

D. Etika dalam akuntansi
Secara sederhana, akuntansi adalah proses bisnis mencapai kegiatan keuangan dengan mencatat pengeluaran dan penerimaan serta laporan keuangannya. Akuntan yang bekerja di suatu perusahaan melakukan pencatatan keuangan sesuai dengan standart dan prinsip yang diakui di suatu negara. Akuntan karyawan adalah pekerja di suatu perusahaan, dan sama seperti karyawan yang lain dalam melakukan pekerjaannya, memiliki kewajiban moral yang sama seperti karyawan yang lain. Ada profesi akuntan yang disebut akuntan publik yang bekerja pada kantor akuntan, perusahaan jasa untuk memeriksa buku perusahaan dan laporan keuangannya. Akuntan dibayar oleh perusahaan yang diauditnya, tetapi melayani masyarakat umum yang memerlukan informasi tentang keadaan keuangan perusahaan yang sebenarnya. Akuntan publik sering menghadapi tekanan dari nasabahnya yang menginginkannya untuk melakukan tindakan-tindakan yang tidak legal, seperti menurunkan besarnya pendapatan, memalsukan dokumen, memalsukan biaya, menghindari pajak pendapatan, dan lain-lain. Tindakan-tindakan tidak legal ini tidak perlu dipermasalahkan lagi moralitasnya, karena sudah jelas tidak bermoral.
Permasalahan moral yang paling banyak dipermasalahkan adalah melakukan earnings management, yaitu tindakan untuk menaikkan atau menurunkan pendapatan perusahaan tanpa adanya kenaikan atau penurunan yang sebenarnya dari operasi perusahaan. Permasalahan moral yang lain adalah penentuan biaya jasa akuntansi tersebut. Issue yang lain adalah bagaimana menangani permasalahan yang terjadi karena perubahan-perubahan yang cepat terjadi dalam peraturan, hukum, dan praktek serta aturan akuntansi. Bagi banyak akuntan, tindakan yang bermoral adalah yang mengikuti aturan atau standart tersebut. Banyak yang berpendapat tidak demikian, kenyataannya makin jauh moralitasnya dari aturan dan standar itu sendiri.
Tujuan dari pemeriksaan akuntansi dari suatu perusahaan adalah untuk meyakinkan kepada masyarakat umum bahwa keuangan perusahaan sebagaimana dilaporkan adalah benar, sistem itu sendiri tidak dibuat untuk menjamin hal tersebut. Perusahaan jasa akuntan yang memeriksa keuangan perusahaan sebenarnya bekerja pada perusahaan tersebut. Walaupun kantor akuntan tersebut sama sekali lepas dan tidak ada unsur kepemilikan dalam perusahaan yang diperiksa, akan tetapi perusahaan yang diperiksa itu yang membayar untuk pekerjaannya. Kantor akuntan tidak memiliki tanggung jawab untuk membuktikan kebenaran informasi yang diberikan kepadanya. Kantor akuntan juga tidak bertanggung jawab untuk melaporkan setiap kesalahan, kecurangan, dan perbedaan yang ditemukannya, walaupun hal ini tidak berarti bahwa kantor tersebut menyembunyikan kejahatan. Dengan demikian, sistem sekarang ini tidak benar-benar mampu menyelesaikan mereka yang ingin mengetahui kesalahan keuangan yang sebenarnya dari suatu perusahaan.
Bila hal ini benar-benar untuk melindungi kepentingan publik, maka secara moral kantor akuntan wajib untuk mendahulukan kepentingan umum. Dalam kenyataannya, tidak ada kepastian mengenai tujuan dari kebijakan itu sendiri, sehingga potensi kantor akuntansi secara moral juga tidak jelas. Banyak kantor akuntan yang merangkap jasa konsultasi manajemen, dan ini memperbesar konflik kepentingan. Bila suatu kantor akuntan adalah konsultan suatu perusahaan dan kemudian yang memeriksa perusahaan tersebut, maka hasilnya akan selalu memuaskan.
fitrinugraheni.files.wordpress.com

Contoh Kasus 
Manipulasi Laporan Keuangan PT KAI
Transparansi serta kejujuran dalam pengelolaan lembaga yang merupakan salah satu derivasi amanah reformasi ternyata belum sepenuhnya dilaksanakan oleh salah satu badan usaha milik negara, yakni PT Kereta Api Indonesia. Dalam laporan kinerja keuangan tahunan yang diterbitkannya pada tahun 2005, ia mengumumkan bahwa keuntungan sebesar Rp. 6,90 milyar telah diraihnya. Padahal, apabila dicermati, sebenarnya ia harus dinyatakan menderita kerugian sebesar Rp. 63 milyar.
Kerugian ini terjadi karena PT Kereta Api Indonesia telah tiga tahun tidak dapat menagih pajak pihak ketiga. Tetapi, dalam laporan keuangan itu, pajak pihak ketiga dinyatakan sebagai pendapatan. Padahal, berdasarkan standar akuntansi keuangan, ia tidak dapat dikelompokkan dalam bentuk pendapatan atau asset. Dengan demikian, kekeliruan dalam pencatatan transaksi atau perubahan keuangan telah terjadi di sini.
Di lain pihak, PT Kereta Api Indonesia memandang bahwa kekeliruan pencatatan tersebut hanya terjadi karena perbedaan persepsi mengenai pencatatan piutang yang tidak tertagih. Terdapat pihak yang menilai bahwa piutang pada pihak ketiga yang tidak tertagih itu bukan pendapatan. Sehingga, sebagai konsekuensinya PT Kereta Api Indonesia seharusnya mengakui menderita kerugian sebesar Rp. 63 milyar. Sebaliknya, ada pula pihak lain yang berpendapat bahwa piutang yang tidak tertagih tetap dapat dimasukkan sebagai pendapatan PT Kereta Api Indonesia sehingga keuntungan sebesar Rp. 6,90 milyar dapat diraih pada tahun tersebut. Diduga, manipulasi laporan keuangan PT Kereta Api Indonesia telah terjadi pada tahun-tahun sebelumnya. Sehingga, akumulasi permasalahan terjadi disini.
rannypurnamasari.blogspot.com


Selasa, 12 November 2013

Etika Periklanan di Televisi Indonesia

Iklan merupakan salah satu alat yang dipakai untuk mempromosikan suatu produk.Iklan atau dalam bahasa Indonesia formalnya pariwara adalah promosi benda seperti meja baru, jasa seperti kantor pos, tempat usaha dan ide yang harus dibayar oleh sebuah sponsor. Pemasaran melihat klanik sebagai bagian dari strategi promosi secara keseluruhan. Komponen lainnya dari promosi termasuk publisitas, relasi publik, penjualan, dan promosi penjualan.
Sebelum membahas iklan di televisi yang dinilai melanggar aturan, berikut ada beberapa peraturan EPI (Etika Periklanan Indonesia) yang diterbitkan oleh PPPI (Persatuan Perusahaan Periklanan Indonesia) untuk selengkapnya bisa dilihat di www.pppi.or.id.
1. Bahasa 
    iklan harus disajikan dalam bahsa yang bisa dipahami oleh khalayak sasarannya, dan tidak menggunakan persandianyang dapat menimbulkan penafsiran selain dari yang dimaksudkan oleh perancang pedan iklan tersebut.
2. Tanda Asteris (*)
    Tanda asteris pada iklan di media cetak tidak boleh digunakan untuk menyembunyikan, menyesatkan, membingungkan atau membohongi khalayak tentang kualitas, kinerja, atau harga sebenarnya dari produk yang diiklankan, ataupun tentang ketersediaan sesuatu produk.
3. Penggunaan kata "Satu-satunya"
    Iklan tidak boleh menggunakan kata-kata tersebut tanpa secara khas menyebutkan dalam hal apa produk tersebut menjadi yang satu-satunya dan hal tersebut harus dapat dibuktikan dan dipertanggungjawabkan.
4. Pemakaian kata "Gratis"
    Kata "gratis" atau kata lain yang bermakna sama tidak boleh dicantumkan dalam iklan, bila ternyata konsumen harus membayar biaya lain. biaya pengiriman yang dikenakan kepada konsumen juga harus dicantumkan dengan jelas.
5. Pencantuman harga
    jika harga sesuatu produk dicantumkan dalam iklan, maka ia harus ditampakkan dengan jelas sehingga konsumen mengetahui apa yang akan diperolehnya dengan harga terebut.
6. Garansi
    jika suatu iklan mencantumkan garansi atau jaminan atas mutu suatu produk, maka dasar-dasar jaminannya harus dapat dipertanggungjawabkan.
7. Janji pengembalian uang
    jika suatu iklan menjanjika pengembalian uang ganti rugi atas pembelian suatu produk yang ternyata mengecewakan konsumen maka akan menghilangkan kepercayaan konsumen pada produk tersebut.
8. Rasa takut dan takhayul
    iklan tidak boleh menimbulkan atau mempermainkan rasa takut, maupun memanfaatkan kepercayaan orang terhadap takhayul, kecuali untuk tujuan positif.
9. Kekerasan
    Iklan tidak boleh langsung maupun tidak langsung menampilkan adegan kekerasan yang merangsang atau memberi kesan membenarkan terjadinya tindakan kekerasan.

Beberapa contoh iklan di televisi yang melanggar etika periklanan menurut pandangan saya:
1.     1.  Iklan Buavita “100% Juice”
Badan Pengawas Periklanan berkesimpulan bahwa iklan Buavita mempunyai potensi melanggar EPI, dengan menampilkan klaim “100% Apple Juice” (dan versi-versi lainnya yang sejenis/senada). Dalam hal ini Badan Pengawas Periklanan mengirimkan surat kepada biro iklan yang membuat iklan tersebut.

1.    2.  Deodoran AXE versi Malaikat Jatuh
Iklan semacam ini sudah disebarluaskan ke penjuru dunia, termasuk ditayangkan di jaringan televisi Afrika Selatan. Menurut laporan kompas.com dari Daily mail, Kamis (27/10/2011), telah menjadi sebuah subyek penyelidikan Otoritas Standar Periklanan (ASA) Afrika Selatan menyusul keluhan dari seorang penganut Kristen. Si pengadu, seorang  laki-laki mengatakan kepada ASA, ia marah oleh sugesti bahwa utusan Tuhan secara harafiah bisa jatuh demi seorang pria hanya karena aroma deodoran pria itu.
Dalam keputusannya ASA mengatakan, penggambaran tentang malaikat yang kehilangan kesalehannya bisa membuat marah orang-orang Kristen. Meski begitu, ASA memberikan catatan bahwa iklan tersebut hanya berdasarkan hiperbola, yang berarti itu tidak dimaksudkan untuk ditafsirkan secara harafiah. Pada akhirnya, iklan tersebut tidak ditayangkan lagi. Di Indonesia iklan ini memakai tagline “Wangi seksinya bikin bidadari lupa diri”. Lagi-lagi menuai protes dikhawatirkan para penonton khususnya anak-anak dan remaja berpikiran kotor setelah melihat tayangan ini.
1.    3. Sosis So Nice Versi JMS
Iklan So Nice selalu up to date mengganti model iklannya dengan bintang atau artis yang sedang tenar waktu itu. Terakhir setelah Olimpiade London, model iklan diganti dengan atlet pemenang angkat besi Indonesia dengan tagline “JMS, Juara Makan So Nice”. Dan parahnya lagi si atlet berkata, “Ingin jadi juara seperti kita? Makan So Nice”. Menurut saya iklan ini menggunakan bahasa yang kurang dimengerti masyarakat dan kurang bertanggungjawab. Jika ada penonton yang makan So Nice banyak lalu tidak menjadi juara lantas tanggung jawab siapa?


referensi
www.wikepedia.com

Selasa, 22 Oktober 2013

MANFAAT PERUSAHAAN DALAM MENERAPKAN ETIKA BISNIS


Etika bisnis di butuhkan karena untuk membentuk suatu perusahaan yang kokoh dan memiliki daya saing yang tinggi serta mempunyai kemampuan menciptakan nilai (value-creation) yang tinggi, diperlukan suatu landasan yang kokoh.Biasanya dimulai dari perencanaan strategis , organisasi yang baik, sistem prosedur yang transparan didukung oleh budaya perusahaan yang andal serta etika perusahaan yangdilaksanakan secara konsisten dan konsekwen.

Haruslah diyakini bahwa pada dasarnya praktek etika perusahaan akan selalu menguntungkanerusahaan untuk jangka menengah maupun jangka panjang karena :

1. Akan dapat mengurangi biaya akibat dicegahnya kemungkinan terjadinya friksi baik intern perusahaan maupun dengan eksternal.
2. Akan dapat meningkatkan motivasi pekerja.
3. Akan melindungi prinsip kebebasan berniaga
4. Akan meningkatkan keunggulan bersaing.

Tindakan yang tidak etis, bagi perusahaan akan memancing tindakan balasan dari konsumen dan masyarakat dan akan sangat kontra produktif, misalnya melalui gerakan pemboikotan, larangan beredar, larangan beroperasi. Hal ini akan dapat menurunkan nilai penjualan maupun nilai perusahaan. Sedangkan perusahaan yang menjunjung tinggi nilai-nilai etika pada umumnya perusahaan yang memiliki peringkat kepuasan bekerja yang tinggi pula, terutama apabila perusahaan tidak mentolerir tindakan yany tidaketis misalnya diskriminasi dalam sistem remunerasi atau jenjang karier.Karyawan yang berkualitas adalah aset yang paling. berharga bagiperusahaan oleh karena itu semaksimal mungkin harus tetap dipertahankan.

Membumikan Etika Bisnis di Perusahaan
 Etika pada dasarnya adalah standar atau moral yang menyangkut benar-salah, baik -buruk. Dalam kerangka konsep etika bisnis terdapat pengertian tentang etika perusahaan, etika kerja dan etika perorangan, yang menyangkut hubungan-hubungan sosial antara perusahaan, karyawan dan lingkungannya. Etika perusahaan menyangkut hubungan perusahaan dan karyawan sebagai satu kesatuan dengan lingkungannya (misalnya dengan perusahaan lain atau masyarakat setempat), etika kerja terkait antara perusahaan dengan karyawannya, dan etika perorangan mengatur hubungan antar karyawan.
Perilaku etis yang telah berkembang dalam perusahaan menimbulkan situasi saling percaya antara perusahaan dan stakeholders, yang memungkinkan perusahaan meningkatkan keuntungan jangka panjang. Perilaku etis akan mencegah pelanggan, pegawai dan pemasok bertindak oportunis, serta tumbuhnya saling percaya.
Budaya perusahaan memberi kontribusi yang signifikan terhadap pembentukan perilaku etis, karena budaya perusahaan merupakan seperangkat nilai dan norma yang membimbing tindakan karyawan. Budaya dapat mendorong terciptanya perilaku, dan sebaliknya dapat pula mendorong terciptanya perilaku yang tidak etis.
Kebijakan perusahaan untuk memberikan perhatian serius pada etika perusahaan akan memberikan citra bahwa manajemen mendukung perilaku etis dalam perusahaan. Kebijakan perusahaan biasanya secara formal didokumentasikan dalam bentuk Kode Etik (Code of Conduct). Di tengah iklim keterbukaan dan globalisasi yang membawa keragaman budaya, code of conduct memiliki peran yang semakin penting, sebagai buffer dalam interaksi intensif beragam ras, pemikiran, pendidikan dan agama.
Sebagai persemaian untuk menumbuhkan perilaku etis, perlu dibentuk iklim etika dalam perusahaan. Iklim etika tercipta, jika dalam suatu perusahaan terdapat kumpulan pengertian tentang perilaku apa yang dianggap benar dan tersedia mekanisme yang memungkinkan permasalahan mengenai etika dapat diatasi.
Terdapat tiga faktor utama yang memungkinkan terciptanya iklim etika dalam perusahaan. Pertama, terciptanya budaya perusahaan secara baik. Kedua, terbangunnya suatu kondisi organisasi berdasarkan saling percaya (trust-based organization). Dan ketiga, terbentuknya manajemen hubungan antar pegawai (employee relationship management).
Iklim etika dalam perusahaan dipengaruhi oleh adanya interaksi beberapa faktor, yaitu faktor kepentingan diri sendiri, keuntungan perusahaan, pelaksanaan efisiensi dan kepentingan kelompok.
Penciptaan iklim etika mutlak diperlukan, meskipun memerlukan waktu, biaya dan ketekunan manajemen. Dalam iklim etika, kepentingan stakeholders terakomodasi secara baik karena dilandasi rasa saling percaya.
Dengan demikian, ketika seorang atasan memerintahkan seorang karyawan untuk melakukan sebuah tindakan yang mereka ketahui salah, karyawan secara moral bertanggung jawab atas tindakan itu jika dia melakukannya. Atasan juga bertanggung jawab secara moral, karena fakta atasan menggunakan bawahan untuk melaksanakan tindakan yang salah tidak mengubah fakta bahwa atasan melakukannya.
Manfaat perusahaan menerapkan etika bisnis dalam hal ini adalah kinerja perusahaan yang akan bertambah baik dengan didukung dengan karyawan/bawahan yang bermoral dan bertanggungjawab atas sikap dan pekerjaannya serta menaati semua perintah atasan dengan baik.
Dalam zaman informasi seperti ini, baik-buruknya sebuah dunia usaha dapat tersebar dengan cepat dan massif. Memperlakukan karyawan, konsumen, pemasok, pemodal dan masyarakat umum secara etis, adil dan jujur adalah satu-satunya cara supaya kita dapat bertahan di dalam dunia bisnis sekarang.
Adapun manfaat perusahaan dalam menerapkan etika bisnis. Yaitu:
1. Perusahaan mendapatkan kepercayaan dari konsumen.
Perusahaan yang jujur akan menciptakan konsumen yang loyal. Bahkan konsumen akan merekomendasikan kepada orang lain untuk menggunakan produk tersebut.
2. Citra perusahaan di mata konsumen baik.
Dengan citra yang baik maka perusahaan akan lebih dikenal oleh masyarakat dan produknya pun dapat mengalami peningkatan penjualan.
3. Meningkatkan motivasi pekerja.
Karyawan akan bekerja dengan giat apabila perusahaan tersebut memiliki citra yang baik dimata perusahaan.
4. Keuntungan perusahaan dapat di peroleh.
Etika adalah berkenaan dengan bagaimana kita hidup pada saat ini dan mempersiapkan diri untuk masa depan. Bisnis yang tidak punya rencana untuk menghasilkan keuntungan bukanlah perusahaan yang beretika.

Dalam perusahaan modern, tanggung jawab atas tindakan perusahaan sering didistribusikan kepada sejumlah pihak yang bekerja sama. Tindakan perusahaan biasanya terdiri atas tindakan atau kelalaian orang-orang berbeda yang bekerja sama sehingga tindakan atau kelalaian mereka bersama-sama menghasilkan tindakan perusahaan. Jadi, siapakah yang bertanggung jawab atas tindakan yang dihasilkan bersama-sama itu? Pandangan tradisional berpendapat bahwa mereka yang melakukan secara sadar dan bebas apa yang diperlukan perusahaan, masing-masing secara moral bertanggung jawab.

Sumber :
http://irmarantyshandra.blogspot.com/p/manfaat-perusahaan-dalam-menerapkan.html 
www.wikipedia.com
www.google.com


Kasus Etika Bisnis yang Terjadi di PT. PLN

PT. Perusahaan Listrik Negara (Persero) adalah perusahaan pemerintah yang bergerak di bidang pengadaan listrik nasional. Hingga saat ini, PT. PLN masih merupakan satu-satunya perusahaan listrik sekaligus pendistribusinya. Dalam hal ini PT. PLN sudah seharusnya dapat memenuhi kebutuhan listrik bagi masyarakat, dan mendistribusikannya secara merata. 
Usaha PT. PLN termasuk kedalam jenis monopoli murni. Hal ini ditunjukkan karena PT. PLN merupakan penjual atau produsen tunggal, produk yang unik dan tanpa barang pengganti yang dekat, serta kemampuannya untuk menerapkan harga berapapun yang mereka kehendaki.

Pasal 33 UUD 1945 menyebutkan bahwa sumber daya alam dikuasai negara dan dipergunakan sebesar-besarnya bagi kemakmuran rakyat. Sehingga. Dapat disimpulkan bahwa monopoli pengaturan, penyelengaraan, penggunaan, persediaan dan pemeliharaan sumber daya alam serta pengaturan hubungan hukumnya ada pada negara. Pasal 33 mengamanatkan bahwa perekonomian Indonesia akan ditopang oleh 3 pemain utama yaitu koperasi, BUMN/D (Badan Usaha Milik Negara/Daerah), dan swasta yang akan mewujudkan demokrasi ekonomi yang bercirikan mekanisme pasar, serta intervensi pemerintah, serta pengakuan terhadap hak milik perseorangan. Penafsiran dari kalimat “dikuasai oleh negara” dalam ayat (2) dan (3) tidak selalu dalam bentuk kepemilikan tetapi utamanya dalam bentuk kemampuan untuk melakukan kontrol dan pengaturan serta memberikan pengaruh agar perusahaan tetap berpegang pada azas kepentingan mayoritas masyarakat dan sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.


Contoh kasus monopoli yang dilakukan oleh PT. PLN adalah:

Fungsi PT. PLN sebagai pembangkit, distribusi, dan transmisi listrik mulai dipecah. Swasta diizinkan berpartisipasi dalam upaya pembangkitan tenaga listrik. Sementara untuk distribusi dan transmisi tetap ditangani PT. PLN. Saat ini telah ada 27 Independent Power Producer di Indonesia. Mereka termasuk Siemens, General Electric, Enron, Mitsubishi, Californian Energy, Edison Mission Energy, Mitsui & Co, Black & Veath Internasional, Duke Energy, Hoppwell Holding, dan masih banyak lagi. Tetapi dalam menentukan harga listrik yang harus dibayar masyarakat tetap ditentukan oleh PT. PLN sendiri.

Krisis listrik memuncak saat PT. Perusahaan Listrik Negara (PT. PLN) memberlakukan pemadaman listrik secara bergiliran di berbagai wilayah termasuk Jakarta dan sekitarnya, selama periode 11-25 Juli 2008. Hal ini diperparah oleh pengalihan jam operasional kerja industri ke hari Sabtu dan Minggu, sekali sebulan. Semua industri di Jawa-Bali wajib menaati, dan sanksi bakal dikenakan bagi industri yang membandel. Dengan alasan klasik, PLN berdalih pemadaman dilakukan akibat defisit daya listrik yang semakin parah karena adanya gangguan pasokan batubara pembangkit utama di sistem kelistrikan Jawa-Bali, yaitu di pembangkit Tanjung Jati, Paiton Unit 1 dan 2, serta Cilacap. Namun, di saat yang bersamaan terjadi juga permasalahan serupa untuk pembangkit berbahan bakar minyak (BBM) PLTGU Muara Tawar dan PLTGU Muara Karang.


Dikarenakan PT. PLN memonopoli kelistrikan nasional, kebutuhan listrik masyarakat sangat bergantung pada PT. PLN, tetapi mereka sendiri tidak mampu secara merata dan adil memenuhi kebutuhan listrik masyarakat. Hal ini ditunjukkan dengan banyaknya daerah-daerah yang kebutuhan listriknya belum terpenuhi dan juga sering terjadi pemadaman listrik secara sepihak sebagaimana contoh diatas. Kejadian ini menyebabkan kerugian yang tidak sedikit bagi masyarakat, dan investor menjadi enggan untuk berinvestasi.