Selasa, 12 November 2013

Etika Periklanan di Televisi Indonesia

Iklan merupakan salah satu alat yang dipakai untuk mempromosikan suatu produk.Iklan atau dalam bahasa Indonesia formalnya pariwara adalah promosi benda seperti meja baru, jasa seperti kantor pos, tempat usaha dan ide yang harus dibayar oleh sebuah sponsor. Pemasaran melihat klanik sebagai bagian dari strategi promosi secara keseluruhan. Komponen lainnya dari promosi termasuk publisitas, relasi publik, penjualan, dan promosi penjualan.
Sebelum membahas iklan di televisi yang dinilai melanggar aturan, berikut ada beberapa peraturan EPI (Etika Periklanan Indonesia) yang diterbitkan oleh PPPI (Persatuan Perusahaan Periklanan Indonesia) untuk selengkapnya bisa dilihat di www.pppi.or.id.
1. Bahasa 
    iklan harus disajikan dalam bahsa yang bisa dipahami oleh khalayak sasarannya, dan tidak menggunakan persandianyang dapat menimbulkan penafsiran selain dari yang dimaksudkan oleh perancang pedan iklan tersebut.
2. Tanda Asteris (*)
    Tanda asteris pada iklan di media cetak tidak boleh digunakan untuk menyembunyikan, menyesatkan, membingungkan atau membohongi khalayak tentang kualitas, kinerja, atau harga sebenarnya dari produk yang diiklankan, ataupun tentang ketersediaan sesuatu produk.
3. Penggunaan kata "Satu-satunya"
    Iklan tidak boleh menggunakan kata-kata tersebut tanpa secara khas menyebutkan dalam hal apa produk tersebut menjadi yang satu-satunya dan hal tersebut harus dapat dibuktikan dan dipertanggungjawabkan.
4. Pemakaian kata "Gratis"
    Kata "gratis" atau kata lain yang bermakna sama tidak boleh dicantumkan dalam iklan, bila ternyata konsumen harus membayar biaya lain. biaya pengiriman yang dikenakan kepada konsumen juga harus dicantumkan dengan jelas.
5. Pencantuman harga
    jika harga sesuatu produk dicantumkan dalam iklan, maka ia harus ditampakkan dengan jelas sehingga konsumen mengetahui apa yang akan diperolehnya dengan harga terebut.
6. Garansi
    jika suatu iklan mencantumkan garansi atau jaminan atas mutu suatu produk, maka dasar-dasar jaminannya harus dapat dipertanggungjawabkan.
7. Janji pengembalian uang
    jika suatu iklan menjanjika pengembalian uang ganti rugi atas pembelian suatu produk yang ternyata mengecewakan konsumen maka akan menghilangkan kepercayaan konsumen pada produk tersebut.
8. Rasa takut dan takhayul
    iklan tidak boleh menimbulkan atau mempermainkan rasa takut, maupun memanfaatkan kepercayaan orang terhadap takhayul, kecuali untuk tujuan positif.
9. Kekerasan
    Iklan tidak boleh langsung maupun tidak langsung menampilkan adegan kekerasan yang merangsang atau memberi kesan membenarkan terjadinya tindakan kekerasan.

Beberapa contoh iklan di televisi yang melanggar etika periklanan menurut pandangan saya:
1.     1.  Iklan Buavita “100% Juice”
Badan Pengawas Periklanan berkesimpulan bahwa iklan Buavita mempunyai potensi melanggar EPI, dengan menampilkan klaim “100% Apple Juice” (dan versi-versi lainnya yang sejenis/senada). Dalam hal ini Badan Pengawas Periklanan mengirimkan surat kepada biro iklan yang membuat iklan tersebut.

1.    2.  Deodoran AXE versi Malaikat Jatuh
Iklan semacam ini sudah disebarluaskan ke penjuru dunia, termasuk ditayangkan di jaringan televisi Afrika Selatan. Menurut laporan kompas.com dari Daily mail, Kamis (27/10/2011), telah menjadi sebuah subyek penyelidikan Otoritas Standar Periklanan (ASA) Afrika Selatan menyusul keluhan dari seorang penganut Kristen. Si pengadu, seorang  laki-laki mengatakan kepada ASA, ia marah oleh sugesti bahwa utusan Tuhan secara harafiah bisa jatuh demi seorang pria hanya karena aroma deodoran pria itu.
Dalam keputusannya ASA mengatakan, penggambaran tentang malaikat yang kehilangan kesalehannya bisa membuat marah orang-orang Kristen. Meski begitu, ASA memberikan catatan bahwa iklan tersebut hanya berdasarkan hiperbola, yang berarti itu tidak dimaksudkan untuk ditafsirkan secara harafiah. Pada akhirnya, iklan tersebut tidak ditayangkan lagi. Di Indonesia iklan ini memakai tagline “Wangi seksinya bikin bidadari lupa diri”. Lagi-lagi menuai protes dikhawatirkan para penonton khususnya anak-anak dan remaja berpikiran kotor setelah melihat tayangan ini.
1.    3. Sosis So Nice Versi JMS
Iklan So Nice selalu up to date mengganti model iklannya dengan bintang atau artis yang sedang tenar waktu itu. Terakhir setelah Olimpiade London, model iklan diganti dengan atlet pemenang angkat besi Indonesia dengan tagline “JMS, Juara Makan So Nice”. Dan parahnya lagi si atlet berkata, “Ingin jadi juara seperti kita? Makan So Nice”. Menurut saya iklan ini menggunakan bahasa yang kurang dimengerti masyarakat dan kurang bertanggungjawab. Jika ada penonton yang makan So Nice banyak lalu tidak menjadi juara lantas tanggung jawab siapa?


referensi
www.wikepedia.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar